Asal Usul Kota Batu Jawa Timur
Kota Batu adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah barat laut Malang. Kota Batu berada di jalur yang menghubungkan Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Kota Batu berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan, dan barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 700-1.700 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata mencapai 12-19 derajat Celsius.
Kota Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, yang kemudian ditetapkan menjadi kota administratif pada 6 Maret 1993. Pada tanggal 17 Oktober 2001, Batu ditetapkan sebagai kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang.
Batu dikenal sebagai salah satu kota wisata terkemuka di Indonesia karena potensi keindahan alam yang luar biasa. Kekaguman bangsa Belanda terhadap keindahan dan keelokan alam Batu membuat wilayah kota Batu disejajarkan dengan sebuah negara di Eropa yaitu Swiss dan dijuluki sebagai De Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil di Pulau Jawa[2] Bersama dengan Kota Malang dan Kabupaten Malang, Kota Batu merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang).
Sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan karena wilayahnya adalah daerah pegunungan dengan kesejukan udara yang nyaman, juga didukung oleh keindahan pemandangan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan.
Pada waktu pemerintahan Raja Sendok (Mpu Sendok), seorang petinggi kerajaan bernama Mpu Supo diperintahkan Raja Sensok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di daerah pegunungan yang didekatnya terdapat mata air. Dengan upaya yang keras, guna menemukan tempat peristirahatan seperti yang diinginkan oleh raja, akhirnya Mpu Supo yang konon kabarnya sakti mandraguna memulai membangunn kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan kelurga kerajaan serta dibangunnya sebuah candi yang diberi nama Candi Supo.
Sebagaiamana keinginan raja bahwa di tempat peristirahatan dimaksud harus terhadap sumber atau dekat dengan mata air, maka di tempat peristirahatan itupun terdapat sumber mata air yang mangalir dingin seperti semua mata air diwilayah pegunungan.
Mata air dingin tersebut sering digunakan mencari keris-keris bertuah sebagai benda pusaka dari Kerajaan Sendok. Oleh karena sumber mata air yang sering digunakan untuk mencari benda-benda kerajaan yang bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural yang dahsyat, akhirnya yang semula sumber mata air yang terasa dingin menjadi sumber mata air panas. Sumber mata air panas itupun sampai saat ini menjadi sumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti.
Dari beberapa pemuka masyarakat setempat memang pernah mengisahkan bahwa sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut juga Kyai Gabung Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek atau mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, juga agar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat lebih memanggil seseorang akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil Mbah Tu menjadi Mbatu atau batu sebutan yang digunakan untuk Kota Dingin di Jawa Timur.
Sedikit menengok ke belakang tentang sejarah Abu Ghonaim sebagai cikal bakal serta orang yang dikenal sebagai pemuka masyarakat yang memulai babat alas dan dipakai sebagai inspirasi dari sebutan wilayah Batu,sebenarnya Abu Ghonaim sendiri adalah berasal dari Jawa Tengah.Abu Ghonaim sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah di kaki Gunung Panderman ini adalah untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda (Kompeni) terhadap semua pengikut-pengikut Pangeran Diponegoro dengan licik dan tipu muslihat berpura-pura mengajak berunding dengan Pangeran Diponegoro yang ternyata bermaksud menangkapnya dan membuang ke Makassar hingga wafatnya.Kejadian ini diperkirakan setelah terjadi perang Diponegoro (1825-1830).
Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama masyarakat yang ada sebelumnya serta ikut berbagi rasa,pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro, akhirnya banyak penduduk di daerah sekitarnya berdatangan dan menetap untuk menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu.Bermula mereka hidup dalam kelompok di daerah Bumiaji, Sisir, dan Temas.
Sebagaimana layaknya wilayah pegunungan yang subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki panorama alam yang indah dan berudara sejuk.Tentunya hal ini akan menarik minat masyarakat lain untuk mengunjungi dan menikmati sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai daya tarik tersendiri. Untuk itulah di awal abad ke-19 Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda sehingga akhirnya orang-orang (bangsa) Belanda itupun membangun villa-villa sebagai tempat peristirahatan.
Dengan keindahan dan keelokan Batu yang mempesona itu, bangsa Belanda menyejajarkan wilayah Batu dengan sebuah negara di Eropa yaitu Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein atau Swiss Kecil di Pulau Jawa. Kondisi Geografi & Topografi
Keadaan topografi Kota Batu memiliki dua karasteristik yang berbeda. Karakteristik pertama yaitu bagian sebelah utara dan barat yang merupakan daerah ketinggian yang bergelombang dan berbukit. Sedangkan karakteristik kedua, yaitu daerah timur dan selatan merupakan daerah yang relatif datar meskipun berada pada ketinggian 800–3000 meter dari permukaan laut.
Wilayah Kota Batu yang terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100 meter di atas permukaan laut sebagai layaknya Wilayah Pegunungan yang wilayahnya subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki Panorama Alam yang indah dan berudara sejuk, untuk itulah di awal abad 19 Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda, sehingga orang-orang Belanda itupun membangun tempat-tempat peristirahatan (Villa) di Kota Batu.
Kota Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, yang kemudian ditetapkan menjadi kota administratif pada 6 Maret 1993. Pada tanggal 17 Oktober 2001, Batu ditetapkan sebagai kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang.
Batu dikenal sebagai salah satu kota wisata terkemuka di Indonesia karena potensi keindahan alam yang luar biasa. Kekaguman bangsa Belanda terhadap keindahan dan keelokan alam Batu membuat wilayah kota Batu disejajarkan dengan sebuah negara di Eropa yaitu Swiss dan dijuluki sebagai De Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil di Pulau Jawa[2] Bersama dengan Kota Malang dan Kabupaten Malang, Kota Batu merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang).
Logo Kota Batu
Sumber : https://id.wikipedia.org/
Sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan karena wilayahnya adalah daerah pegunungan dengan kesejukan udara yang nyaman, juga didukung oleh keindahan pemandangan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan.
Pada waktu pemerintahan Raja Sendok (Mpu Sendok), seorang petinggi kerajaan bernama Mpu Supo diperintahkan Raja Sensok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di daerah pegunungan yang didekatnya terdapat mata air. Dengan upaya yang keras, guna menemukan tempat peristirahatan seperti yang diinginkan oleh raja, akhirnya Mpu Supo yang konon kabarnya sakti mandraguna memulai membangunn kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan kelurga kerajaan serta dibangunnya sebuah candi yang diberi nama Candi Supo.
Sebagaiamana keinginan raja bahwa di tempat peristirahatan dimaksud harus terhadap sumber atau dekat dengan mata air, maka di tempat peristirahatan itupun terdapat sumber mata air yang mangalir dingin seperti semua mata air diwilayah pegunungan.
Mata air dingin tersebut sering digunakan mencari keris-keris bertuah sebagai benda pusaka dari Kerajaan Sendok. Oleh karena sumber mata air yang sering digunakan untuk mencari benda-benda kerajaan yang bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural yang dahsyat, akhirnya yang semula sumber mata air yang terasa dingin menjadi sumber mata air panas. Sumber mata air panas itupun sampai saat ini menjadi sumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti.
Dari beberapa pemuka masyarakat setempat memang pernah mengisahkan bahwa sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut juga Kyai Gabung Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek atau mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, juga agar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat lebih memanggil seseorang akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil Mbah Tu menjadi Mbatu atau batu sebutan yang digunakan untuk Kota Dingin di Jawa Timur.
Sedikit menengok ke belakang tentang sejarah Abu Ghonaim sebagai cikal bakal serta orang yang dikenal sebagai pemuka masyarakat yang memulai babat alas dan dipakai sebagai inspirasi dari sebutan wilayah Batu,sebenarnya Abu Ghonaim sendiri adalah berasal dari Jawa Tengah.Abu Ghonaim sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah di kaki Gunung Panderman ini adalah untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda (Kompeni) terhadap semua pengikut-pengikut Pangeran Diponegoro dengan licik dan tipu muslihat berpura-pura mengajak berunding dengan Pangeran Diponegoro yang ternyata bermaksud menangkapnya dan membuang ke Makassar hingga wafatnya.Kejadian ini diperkirakan setelah terjadi perang Diponegoro (1825-1830).
Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama masyarakat yang ada sebelumnya serta ikut berbagi rasa,pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro, akhirnya banyak penduduk di daerah sekitarnya berdatangan dan menetap untuk menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu.Bermula mereka hidup dalam kelompok di daerah Bumiaji, Sisir, dan Temas.
Sebagaimana layaknya wilayah pegunungan yang subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki panorama alam yang indah dan berudara sejuk.Tentunya hal ini akan menarik minat masyarakat lain untuk mengunjungi dan menikmati sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai daya tarik tersendiri. Untuk itulah di awal abad ke-19 Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda sehingga akhirnya orang-orang (bangsa) Belanda itupun membangun villa-villa sebagai tempat peristirahatan.
Dengan keindahan dan keelokan Batu yang mempesona itu, bangsa Belanda menyejajarkan wilayah Batu dengan sebuah negara di Eropa yaitu Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein atau Swiss Kecil di Pulau Jawa. Kondisi Geografi & Topografi
Keadaan topografi Kota Batu memiliki dua karasteristik yang berbeda. Karakteristik pertama yaitu bagian sebelah utara dan barat yang merupakan daerah ketinggian yang bergelombang dan berbukit. Sedangkan karakteristik kedua, yaitu daerah timur dan selatan merupakan daerah yang relatif datar meskipun berada pada ketinggian 800–3000 meter dari permukaan laut.
Wilayah Kota Batu yang terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100 meter di atas permukaan laut sebagai layaknya Wilayah Pegunungan yang wilayahnya subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki Panorama Alam yang indah dan berudara sejuk, untuk itulah di awal abad 19 Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda, sehingga orang-orang Belanda itupun membangun tempat-tempat peristirahatan (Villa) di Kota Batu.
Sumber : https://id.wikipedia.org/
0 Response to "Asal Usul Kota Batu Jawa Timur"
Post a Comment