Sejarah Kabupaten Cianjur Jawa Barat
Kabupaten Cianjur adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya terletak di kecamatan Cianjur. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta di Utara , Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Garut di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Sukabumi di barat. (Sumber : https://id.wikipedia.org/)
SEJARAH
Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber - sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kuku-kunya di tanah nusantara.Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Agama Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk agama Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Dalem / Bupati Cianjur dari masa ke masa
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
36. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2011-2016)
Wakil Bupati Cianjur dari masa ke masa
1. Drs. H.A. Zaenal Asyikin (1996 - 2001)
2. H. Dadang Rachmat, S.E., M.Si (2001 - 2006)
3. DR. H. Dadang Sufianto, Drs, M.M (2006 - 2011)
4. Dr. H. Suranto. M.M (2011 - 2016)
Cerita Rakyat
Pada masa-masa terakhir kekuasaan Mataram, di Wilayah Priangan Barat lahir sebuah Wilayah Politik baru yang bernama Padaleman Cianjur dengan pusat pemerintahan di Cikundul. Sepeningal Dalem Pertama Aria Wira Tanu atau pada masa pemerintahan Aria Wira Tanu II, Cianjur menjadi sebuah Kabupaten. Hal ini ditandai dengan adanya pengakuan VOC terhadap keberadaan Aria Wira Tanu II sebagai Regent (Bupati) Cianjur pada tahun 1691. Aria Wira Tanu II menjadi Bupati Cianjur sampai tahun 1707. Aria Wiratanu II juga dapat dikatakan sebagai Bupati Cianjur pertama yang mendapat pengakuan VOC.
Pada awal berdirinya Ibukota Kabupaten Cianjur berada di Pamoyanan dan berlangsung relatif singkat. Pada masa pemerintahan Aria Wira Tanu III yang menjabat sebagai Bupati Cianjur dari tahun 1707-1726, Ibukota Kabupaten Cianjur pindah ke kampung Cianjur. Melalui tangan Aria Wira Tanu III inilah, Kampung Cianjur mengalami penataan sampai berhasil dikembangkan menjadi sebuah nagri yang layak menyandang sebutan Ibukota Kabupaten.
Atas perannya ini Aria Wira Tanu III dikenal sebagai pendiri Kabupaten Cianjur. Keberhasilan lainnya adalah menjadikan Cianjur sebagai sentra produsen kopi di Wilayah Priangan. Atas keberhasilannya ini juga, VOC memberi hadiah dalam bentuk Wilayah Politik kepada Bupati Cianjur ini. Hal ini terjadi untuk pertama kalinya pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Swoll, yang memerintah antara tahun 1713 sampai 1718. Daerah yang diberikan Van Swoll kepada Bupati Cianjur adalah Distrik Jampang yang terletak dibagian Timur Cianjur Selatan.
Saat itu Distrik Jampang diperkirakan telah dihuni oleh 300 Kepala Keluarga (huisgezinen). Pada masa Aria Wira Tanu IV memerintah antara tahun 1727–1761, Cianjur mengalami perluasan kembali dengan masuknya Wilayah Cibalagung serta Cikalong kedalam Wilayah Cianjur. Setelah kedatangan Daendels, Cianjur setidaknya mengalami tiga kali penataan wilayah.
Selain berupa penataan wilayah, pengaruh kehadiran Daendels di Cianjur juga dirasakan dalam bentuk pembangunan infrastruktur seperti halnya jalan raya. Pada tahun 1808, dibangun sebuah Jalan Raya Pos (Grote Postweg) yang menghubungkan ujung Barat dan ujung Timur Pulau Jawa. Dengan masuknya Cianjur sebagai wilayah yang dilalui Jalan Raya Pos ini, maka untuk Jawa bagian Barat, pembangunan jalan ini antara lain melalui Batavia-Buitenzorg-Puncak-Cianjur-Bandung-Sumedang. Disamping jalan dibangun pula jembatan, salah satu diantaranya adalah jembatan yang melintasi Sungai Cisokan. Beralihnya kekuasaan dari pemerintah Kolonial Belanda kepada Inggris pada Tahun 1811, dalam waktu relatif singkat kembali membawa pengaruh terhadap keberadaan Wilayah Cianjur.
Munculnya Cianjur sebagai sebuah Wilayah Politik memiliki keterkaitan erat dengan terjadinya perpindahan kesatuan masyarakat atau cacah keturunan Aria Wangsa Goparana dari daerah Sagaraherang ke wilayah-wilayah di sepanjang aliran sungai yang ada di Cianjur seperti Cibalagung, Cirata dan Sungai Cijagang atau Cikundul.
Sebagaimana penduduk Priangan lainnya, penduduk Cianjur memiliki latar belakang Etnis Sunda. Pada umumnya masyarakat Sunda memiliki mata pencaharian utama bertani. Ada tiga tanaman yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Cianjur, yaitu kapas, tarum dan kopi.
Sejak dasawarsa pertama abad ke-19, Cianjur sudah tidak hanya didiami penduduk pribumi semata tetapi juga sudah didiami penduduk golongan lain. Khususnya golongan Eropa dan Cina yang secara tidak langsung memperlihatkan posisi penting di Cianjur secara ekonomis.
Disamping Padaleman Cikundul, saat itu di Cianjur dikenal beberapa padaleman lain, seperti Padaleman Cipamingkis, Cimapag, Cikalong, Cibalagung dan Cihea. Yaitu pada saat Cianjur dipimpin oleh Raden Aria Wira Tanu Datar IV yang terkenal sebagai Bupati yang taat dalam menjalankan agama. Bupati ini juga memiliki perhatian besar terhadap perkembangan seni budaya, khususnya seni bela diri Pencak Silat.
Lambang Kabupaten Cianjur Jawa Barat
Sumber : https://cianjurkab.go.id/
SEJARAH
Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber - sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kuku-kunya di tanah nusantara.Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Agama Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk agama Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Dalem / Bupati Cianjur dari masa ke masa
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
36. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2011-2016)
Wakil Bupati Cianjur dari masa ke masa
1. Drs. H.A. Zaenal Asyikin (1996 - 2001)
2. H. Dadang Rachmat, S.E., M.Si (2001 - 2006)
3. DR. H. Dadang Sufianto, Drs, M.M (2006 - 2011)
4. Dr. H. Suranto. M.M (2011 - 2016)
Sumber : http://jabarprov.go.id/
https://cianjurkab.go.id/
Cerita Rakyat
Pada masa-masa terakhir kekuasaan Mataram, di Wilayah Priangan Barat lahir sebuah Wilayah Politik baru yang bernama Padaleman Cianjur dengan pusat pemerintahan di Cikundul. Sepeningal Dalem Pertama Aria Wira Tanu atau pada masa pemerintahan Aria Wira Tanu II, Cianjur menjadi sebuah Kabupaten. Hal ini ditandai dengan adanya pengakuan VOC terhadap keberadaan Aria Wira Tanu II sebagai Regent (Bupati) Cianjur pada tahun 1691. Aria Wira Tanu II menjadi Bupati Cianjur sampai tahun 1707. Aria Wiratanu II juga dapat dikatakan sebagai Bupati Cianjur pertama yang mendapat pengakuan VOC.
Pada awal berdirinya Ibukota Kabupaten Cianjur berada di Pamoyanan dan berlangsung relatif singkat. Pada masa pemerintahan Aria Wira Tanu III yang menjabat sebagai Bupati Cianjur dari tahun 1707-1726, Ibukota Kabupaten Cianjur pindah ke kampung Cianjur. Melalui tangan Aria Wira Tanu III inilah, Kampung Cianjur mengalami penataan sampai berhasil dikembangkan menjadi sebuah nagri yang layak menyandang sebutan Ibukota Kabupaten.
Atas perannya ini Aria Wira Tanu III dikenal sebagai pendiri Kabupaten Cianjur. Keberhasilan lainnya adalah menjadikan Cianjur sebagai sentra produsen kopi di Wilayah Priangan. Atas keberhasilannya ini juga, VOC memberi hadiah dalam bentuk Wilayah Politik kepada Bupati Cianjur ini. Hal ini terjadi untuk pertama kalinya pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Swoll, yang memerintah antara tahun 1713 sampai 1718. Daerah yang diberikan Van Swoll kepada Bupati Cianjur adalah Distrik Jampang yang terletak dibagian Timur Cianjur Selatan.
Saat itu Distrik Jampang diperkirakan telah dihuni oleh 300 Kepala Keluarga (huisgezinen). Pada masa Aria Wira Tanu IV memerintah antara tahun 1727–1761, Cianjur mengalami perluasan kembali dengan masuknya Wilayah Cibalagung serta Cikalong kedalam Wilayah Cianjur. Setelah kedatangan Daendels, Cianjur setidaknya mengalami tiga kali penataan wilayah.
Selain berupa penataan wilayah, pengaruh kehadiran Daendels di Cianjur juga dirasakan dalam bentuk pembangunan infrastruktur seperti halnya jalan raya. Pada tahun 1808, dibangun sebuah Jalan Raya Pos (Grote Postweg) yang menghubungkan ujung Barat dan ujung Timur Pulau Jawa. Dengan masuknya Cianjur sebagai wilayah yang dilalui Jalan Raya Pos ini, maka untuk Jawa bagian Barat, pembangunan jalan ini antara lain melalui Batavia-Buitenzorg-Puncak-Cianjur-Bandung-Sumedang. Disamping jalan dibangun pula jembatan, salah satu diantaranya adalah jembatan yang melintasi Sungai Cisokan. Beralihnya kekuasaan dari pemerintah Kolonial Belanda kepada Inggris pada Tahun 1811, dalam waktu relatif singkat kembali membawa pengaruh terhadap keberadaan Wilayah Cianjur.
Munculnya Cianjur sebagai sebuah Wilayah Politik memiliki keterkaitan erat dengan terjadinya perpindahan kesatuan masyarakat atau cacah keturunan Aria Wangsa Goparana dari daerah Sagaraherang ke wilayah-wilayah di sepanjang aliran sungai yang ada di Cianjur seperti Cibalagung, Cirata dan Sungai Cijagang atau Cikundul.
Sebagaimana penduduk Priangan lainnya, penduduk Cianjur memiliki latar belakang Etnis Sunda. Pada umumnya masyarakat Sunda memiliki mata pencaharian utama bertani. Ada tiga tanaman yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Cianjur, yaitu kapas, tarum dan kopi.
Sejak dasawarsa pertama abad ke-19, Cianjur sudah tidak hanya didiami penduduk pribumi semata tetapi juga sudah didiami penduduk golongan lain. Khususnya golongan Eropa dan Cina yang secara tidak langsung memperlihatkan posisi penting di Cianjur secara ekonomis.
Disamping Padaleman Cikundul, saat itu di Cianjur dikenal beberapa padaleman lain, seperti Padaleman Cipamingkis, Cimapag, Cikalong, Cibalagung dan Cihea. Yaitu pada saat Cianjur dipimpin oleh Raden Aria Wira Tanu Datar IV yang terkenal sebagai Bupati yang taat dalam menjalankan agama. Bupati ini juga memiliki perhatian besar terhadap perkembangan seni budaya, khususnya seni bela diri Pencak Silat.
Sumber : http://cianjur-bersemi.blogspot.com/
0 Response to "Sejarah Kabupaten Cianjur Jawa Barat"
Post a Comment